Total Tayangan Halaman

Selasa, 10 Mei 2011




The Time Tunnel

Seandainya mesin lorong waktu, The Time Tunnel bisa mengantarkanku kembali ke masa dua puluh tiga tahun yang lalu.di bulan juli. Aku akan memilih untuk terdampar pas di hari ulang tahun seorang gadis yang ku suka waktu di SMA dulu, Maribeth nama nya.

Sebelum masuk ke The Time Tunnel, aku harus mempersiapkan segalanya untuk memberikan ‘surprise’ pada Maribeth. Aku akan beli bunga mawar, yang merah atau yang putih?, aku pilih yang putih nampak lebih anggun pada saat ku berikan nanti.

Kalau bunga mawar putih susah nyarinya, pikirku yang warna merah juga gak apa-apa. Kalau bunga mawar yang asli juga gak ada, bunga mawar yang plastik OK juga sih, tapi harus ku semprot dulu pakai parfum Gatsby kesukaanku, kalau parfum kesukaanku itu sulit ditemukan karena aku sering sembarangan menyimpannya, di semprot pakai pengharum ruangan juga sudah cukup, yang pentingkan harumnya.

Dengan mengenakan Tuxedo, aku berharap aku akan lebih Percaya Diri ketika bertemu dengan Maribeth.

The Time Tunnel berhasil mengantarkan ku tepat di depan pintu rumahnya. Setelah pintu ku ketuk, ku berharap yang muncul bukan ‘bokap’ nya yang kaku atau ‘nyokap’ bule nya yang jutek banget. Harapanku terkabul, Maribeth muncul di hadapanku dengan mengenakan gaun pesta warna pink yang menambah manis wajahnya yang bule ‘innocent’ itu. Sungguh serasi dengan setelan pakaian Tuxedoku.

Setelah melemparkan senyum ku yang paling ‘imut-imut’, Maribeth pun membalas pula dengan senyum nya yang memabukkan sambil mempersilahkan aku masuk. Baru sekali menerima senyumnya saja sudah membuatku sempoyongan, bagaimana kalau ia tersenyum padaku seratus kali, bisa masuk rumah sakit aku di buatnya.

Seorang pembantu, membawakan secangkir minuman panas dan sepiring ‘roti sumbu’ untuk di hidangkan padaku. Begitu hidangan tersebut diletakkan di depanku, Mata Maribeth melotot melihat hidangan itu, “Bi, gimana sih, itukan singkong rebusnya Papa, kok di bawa kemari !.” Sahut Maribeth dengan wajah malu kepada bibi pembantunya.

“A…anu, Non … tadi kan non Maribeth bilang minta dipisahkan buat non Maribeth juga, jadi bibi bawain saja singkong rebus nya sekalian kesini.” Sahut Bibi nya mantap.

He…he…he …, ternyata gadis kesukaanku, suka juga dengan singkong rebus, ternyata selera nya gak jauh beda, semula ku pikir seleraku dan Maribeth akan jauh berbeda bagaikan ‘singkong dan keju’. Itu lah selalu yang membuatku minder, karena Maribeth anak orang kaya dan aku : ‘anak singkong’, he…he…he…, maksudnya orang tua ku tidak lah sekaya orang tua nya Maribeth.

“Ouugh God !, Bibi ini bikin malu saja !, sudah bawa semua hidangan ini kedalam !, ganti dengan ‘orange juice’ dan ‘apple pie’ yang tadi mama bikin.” Jelas Maribeth kepada bibi pembantunya.

Bibi pembantu cuma melongo mendengar penjelasan Maribeth, sambil berlalu pergi ke dapur ia menggerutu, “Duh nama nya saja sudah bikin bingung, apa lagi makannya nanti!.”.

Setelah bibi pembantu pergi, aku pikir sekarang lah saat yang tepat untuk bilang ‘I love You’ pada gadis kesukaanku. Dengan Percaya Diri yang ‘di tinggi-tinggi’kan, aku pun membenarkan letak dudukku di kursi nya yang empuk. Badan ku ditegapkan, lalu kemudian ku serahkan setangkai mawar putih itu pada Maribeth.

“Oh, my God, it’s so sweet ….” Mata Maribeth melotot senang memandangi setangkai mawar putih yang ada di tangannya.
“Maribeth, bunga ini ku persembahkan sebagai ….” Belum sempat ucapanku selesai, tiba-tiba saja ‘bokap’ nya yang kaku dan ‘nyokap bule’ nya yang jutek datang menghampiri kami.

Bokap dan nyokap nya duduk di samping Maribeth.

Ya, ampun … kiamat sudah dekat !, gusarku dalam hati.

Bokap nya pun akhirnya mendominasi pembicaraan kami, sedangkan nyokap nya sedikit bicara tapi lebih banyak mencibir mendengar pembicaraan kami bertiga, aku, Maribeth dan bokap nya. Apalagi kalau sedang membandingkan antara prestasi sekolahku dengan Maribeth, huh !, serasa masa per’plonco’an hadir kembali.

Keringat sebesar jagung, mulai nongol di keningku. Rasa Percaya Diri ku pun seketika runtuh. Istana Percaya Diri ku yang kubuat dari pasir, habis di terjang ombak lautan yang ganas. ‘Saved by the bell’, Maribeth pun akhirnya memahami kegelisahanku.

“Papa Mama, sudah siang ini, bukannya Papa dan Mama mau shopping?.” Kata Maribeth setengah mengusir Papa dan Mama nya.
“Bagaimana, Ma … jadi ke PI* mall ?.” Tanya Papa kepada Mama.
“hmm, it’s OK … kita berdua saja?, Maribeth?.” Sahut Mama kepada Papa dan Maribeth.
“Ma, Maribeth gak ikut, Maribeth kan sedang ada teman.” Jelas Maribeth sambil memohon.
“Sudahlah, Ma … kita pergi berdua saja, nanti kalau Maribeth mau, dia juga bisa nyusul kita.” Jelas Papa kepada Mama.

Bokap dan nyokap nya Maribeth pun akhirnya bangkit dari duduk nya. Sebelum mereka berlalu, “mmm … I think (berfikir sebentar), Maribeth, Papa dan Mama gak mau kamu pacar-pacaran, karena kamu masih sekolah, Maribeth !.” Kata nyokap nya kepada Maribeth.

“Yes, Mama … Maribeth juga masih ingat itu, Maribeth gak bakalan lupa pesan Mama, OK ?: Jelas Maribeth berusaha meyakinkan Mama nya.

Tiba-tiba saja, “And You !.” Telunjuk nyokap nya yang runcing hampir saja menusuk mata ku. “You, bukan pacar nya Maribeth kan?, You cuma teman sekolah nya Maribeth kan?.”
“I … iii, iya, tante … saya cuma teman sekolahnya saja kok !, he…he…he .. .” Aku berusaha ‘nyengir’ untuk mengusir ke gugupanku di todong oleh nyokapnya Maribeth seperti itu.
“Huh !.” Dengan Jutek nyokap nya meninggalkan kami berdua, kemudian di ikuti oleh bokap nya yang kaku.

Hatiku yang sedari tadi di panggang api neraka serasa di siram air es, nyess !. Perlahan namun pasti aku mulai membenahi istana Percaya Diriku kembali.

Suasana sepi tinggal aku dan Maribeth saja. Hatiku gembira menyanyikan lagu sorak-sorak bergembira, bergembiralah semua, sudah bebas negeri kita … Indonesia merdeka. Hatiku terasa seperti baru terbebas dari penjajahan. Nah, ini lah saat yang, it’s now or never, sekarang waktu nya ngomong atau tidak sama sekali.

“Maribeth, …menyambung pembicaraan aku tadi ….” Jelasku terbata-bata.
“Ya …. Memangnya kamu mau ngomong apa?.” Tanya Maribeth padaku.
“Bunga mawar pemberianku tadi … sebenarnya adalah sebagai ungkapan kalau aku ciiiiinnn ….”

Timer The Time Tunnel berbunyi sebagai tanda kalau masa aku di bulan juli tahun 1987 telah habis. Secepat kilat, mesinnya menyedotku kembali, berputar-putar cepat kemudian melemparkan ku ke bulan januari tahun 2010 di sebuah restauran.

“Pa … Pa … Pa ….” Istriku berusaha menyadarkanku. “Pa, Papa, kenapa sih?.”
“Hah !.” Aku kaget. Tadi aku benar-benar tak sadarkan diri.
“Papa, kenapa?, Papa sakit …?.” Tanya Istriku sambil menempelkan tangannya ke keningku.
“Oh, O … O, gak, gak kok Ma ..Papa gak sakit kok, Ma.” Sahutku gugup.
“Kalau gak sakit, kenapa gurame goreng dan karedok nya gak dimakan-makan, Pa?.” Tanya Istriku yang bawel lagi.
“I, I, I, … iya, ini mau dimakan, Ma …!.” Aku berusaha melahapnya dengan cepat.

Akhirnya istriku pun kembali sibuk menikmati sayur asem dan sambel cobek nya. Aku pun ikut menikmati hidangan yang ada di mejaku. Gurame goreng di cocol sambel cobek dan karedoknya yang pedas mempercepat pulihnya kesadaranku.

Di sudut taman, nampak kedua anakku dan kedua anak nya Maribeth sedang asyik bermain ayun-ayunan dan permainan anak-anak lainnya. Di dekatnya nampak pula Maribeth dan suaminya, mengawasi mereka sambil tertawa gembira.

Dari jauh Pandangan Maribeth sesekali tertangkap mata ku, dia tersenyum, aku pun membalas senyumnya. Suami Maribeth pun ikut tersenyum dan tidak mau ketinggalan, istriku dengan mulut masih dipenuhi makanan, ikut tersenyum pula.

Suasana yang meriah, ternyata bukan hanya ada keluarga ku dan keluarga Maribeth saja yang hadir di restauran taman ini. Keluarga teman-teman SMA ku pun banyak pula yang hadir karena kami sedang mengadakan acara Reuni bersama teman-teman semasa SMA dulu.

Seandainya, The Time Tunnel bisa mengantarku kembali ke masa itu … dan aku bisa mengungkapkan seluruh perasaan cintaku yang dulu pada Maribeth …

Hush!, aku berusaha menepis itu semua. Maribeth nampak bahagia bersama keluarga nya. Aku pun bersyukur kalau aku juga tak kalah bahagianya, bersama istri dan kedua anak-anakku.




Jakarta, Januari 2010

wans_sabang

Tidak ada komentar: