Total Tayangan Halaman

Sabtu, 02 Juli 2011

Enjoy Menulis Humor


Bebas … lepas … tak ada beban di hatiku
melayang ku … melayang jauh …
melayang ku … melayang jauh …
 
Seperti bait syair lagu dari Iwa K. diatas itu lah rasa nya kalau saya sedang asyik menulis tulisan atau cerita humor. Buat sebagian orang cerita humor itu bisa menyenangkan dan untuk sebagian orang lain nya cerita humor itu bisa menyakitkan.
Masa sih ada orang yang gak suka humor ?, Jujur saja saya gak percaya. Humor mungkin dianggap sebagai sampah atau barang yang tak berguna dan tulisan atau cerita humor pun hanya di anggap angin lalu atau cerita basa basi saja.
Buat saya menulis apapun adalah persoalan SERIUS. Begitu juga menulis cerita humor butuh keseriusan ekstra, disatu sisi kita mesti bisa menulis sebuah tulisan atau cerita yang maksud dan tujuan dari cerita tersebut bisa sampai kepada pembaca. Disisi lain sebagai tulisan atau cerita humor wajib membuat si pembaca nya tertawa terbahak-bahak, terpingkal-pingkal sampai terkencing-kencing di celana, atau minimal si pembaca nya tersenyum-senyum, sambil mengumpat : gila!, gila!, gokil juga nih cerita! atau gokil juga nih yang nulis !.
Kalau si pembaca setelah membaca tulisan atau cerita humor saya, dia tersenyum-senyum sambil bilang lucu. Misi keberhasilan cerita humor itu buat saya baru mencapai 50 % saja tapi kalau si pembaca tersenyum-senyum sambil mengumpat : gila nih !, atau hmmm aneh?!, atau norak banget nih tulisan!, atau yang nulis sakit kali?!, Hehehehe … misi saya menulis humor berarti : BERHASIL.
Menulis tulisan atau cerita Humor buat saya adalah : Melihat atau memandang sesuatu Keadaan, Masalah atau Seseorang dengan sudut pandang yang berbeda dengan orang lain. Dengan menggunakan SATIRE atau gaya bahasa sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang. Satire biasanya disampaikan dalam bentuk Sarkasme, Ironi dan Parodi.
Dengan SARKASME , saya menulis tulisan atau cerita humor dengan cara menyindir atau menyinggung seseorang dengan gaya bahasa yang Kasar tapi tetap lucu dan terkesan konyol serta sopan dan santun tetap di junjung tinggi. Dengan Sarkasme pula, akhirnya saya bisa mengekspresikan Kekesalan dan Kemarahan saya melihat keadaan yang ada di depan mata saya.  Seperti yang pernah saya tulis di Kompasiana : Bosan, Aku Caci Maki Kamu !

Fyodor Dostoyevsky, seorang sastrawan Rusia : mendefinisikan Sarkasme sebagai “pelarian terakhir dari orang-orang berjiwa bersahaja dan murni ketika rasa pribadi jiwa mereka secara kasar dan paksa dimasuki (terusik). (sumber : Wikipedia Indonesia)
Dengan Ironi, saya menuliskan tulisan atau cerita humor dengan menggunakan sindiran halus untuk menggambarkan sebuah keadaan.  Contoh tulisan saya adalah : Si Kancil Mencuri Ketimun, Kok Pak Tani nya gak marah ?.
Dengan Parodi, sya bisa memplesetkan sesuatu dari mulai foto profil saya sampai sebuah judul yang tidak berhubungan dengan maksud dan tujuan cerita tersebut disampaikan dengan cara yang lucu dan dengan gaya bahasa Satire. Contoh tulisan saya untuk jenis Parodi ini adalah : Sengaja Aku ganti foto profilku dan Tips Menghilangkan Bau Jengkol Dan Pete.
Berbagai cara orang untuk berekspresi. Dan saya lebih enjoy dengan cara menulis tulisan atau cerita HUMOR sebagai media ekspresi saya.
Menulis tanpa gaya, Huh, monoton dan membosankan !. Bebas, lepas dan tak ada beban lagi dihati, itulah perasaan yang saya alami setelah saya berhasil merampungkan sebuah tulisan atau cerita HUMOR. Jiwa saya pun melayang, melayangku melayang jauh, melayangku melayang jauh. De Javu.


Bojong Koneng, Cibitung, 30 Agustus 2010


Wans_Sabang



 

Tips Menghilangkan Bau Jengkol dan Pete (Humor)



Jengkol dan Pete, 2 kawan sejoli yang bikin “bau”
Sebuah Humor Yang Membosankan.
Cerita ini merupakan kisah temanku, seorang blogger Kompasiana.
Sebut saja si Boss, seperti itu aku biasa memanggilnya. Si Boss ini sebenarnya adalah teman sekerjaku juga. Kami sama-sama bekerja sebagai buruh tambang dan sama-sama sebagai pengawas pekerja tambang.
Aku memanggilnya Boss, bukan karena ia adalah Boss yang memberi aku upah kerja atau gaji tapi karena hobinya yang suka mentraktir orang lain, terutama aku. Untuk menghormati jasa-jasa baiknya, ya sudah aku panggil saja dia, Boss.
Banyak waktu luang selepas kami bekerja, karena kami tinggal di mess karyawan . Aku dan si Boss tinggal di kamar yang bersebelahan. Biasanya waktu luang itu kami isi dengan face book-an saja di kamar.
Suatu ketika si Boss datang dan melihatku melototin lap top tapi yang dipelototin seuatu hal yang baru buat dia dan bukan face book.
“Hei, apa pula itu ?, tumben gak face book-an ?. Tanya si Boss berdiri di sampingku.
“Face book ?, kuno Boss, sudah basi !.” Jawabku santai. “Ini baru OK !.”
“Kompas ?.” sambil melirik ke lap topku.
“Beda, Boss … ini Kompasiana !, tempat kita bisa saling shering dan konek ke sesama anggota, hasil tulisan Kita langsung mendapatkan atensi dari sesama teman Kompasiana lainnya, Boss … .” Jelasku panjang lebar.
“Cara jadi anggota ?.” Tanya si Boss pura-pura bodoh.
“Tinggal klik aja : REGISTRASI !.” sahutku singkat.
“O…..” Si Boss pun bengong dan aku masih asyik saja menulis dan tidak memperdulikan dia.
“Ya, sudah … nulis aja terus, aku mau ke lokasi tambang dulu !.” Kata si Boss sambil pergi kerja.
Sejak pertemuan itu aku dan si Boss jarang ngobrol-ngobrol lagi, selepas kerja aku dan si Boss masing-masing asyik di kamarnya. Awalnya aku menyangka pasti si Boss masih asyik berkutat dengan face booknya.
Suatu malam, ketika aku selesai memposting tulisanku. Aku pun membaca tulisan dari teman-teman Kompasiana yang lain. Tiba-tiba saja mata ku terpaku pada sebuah judul ” Tips Menghilangkan Bau Jengkol Dan Pete “, aku pun penasaran untuk membukanya. Satu persatu ku baca artikel itu, cukup informatif dan aktual, sebuah penjelasan tentang jengkol dan pete dari sisi sejarah, sosial dan budaya yang lengkap. Aku pun ikut memberikan komen, walau pun cuma mengucapkan terima kasih atas infonya. Dan yang membuat aku tercengang kaget adalah ternyata si penulis artikel itu adalah si Boss temanku itu. Diam-diam ternyata si Boss sudah berganti haluan, dia jadi kecanduan Kompasiana.
Pintu Kamar si Boss, selalu saja tertutup rapat. Aku tidak ingin mengganggu nya. Sejak itu kami semakin jarang bertemu, kecuali pada saat pergantian shift kerja saja antara aku dan si Boss. Selebihnya kami seperti orang yang tak saling kenal saja.
# …………… # ……. …….# ……………. #
Dalam beberapa hari kemudian terjadi hal yang spektakuler, Tulisan si Boss tentang jengkol dan pete itu kok bisa masuk Headline dan aku melihat orang yang sudah membuka atau membaca link itu saja sudah 1000 orang lebih. Benar-benar tidak kusangka. Perasaanku mulai dirambati iri dan cemburu. Aneh tulisan seperti itu saja bisa masuk Headline, banyak dibaca dan dikomen oleh orang lain. Lantas saja, aku menuduh Admin Kompasiana nya yang tidak profesional.
Jam 03:00, selepas aku kerja masuk shift malam. Kulihat pintu kamar si Boss terbuka, secepatnya aku pun masuk. Ruang kamarnya berkabut, dipenuhi asap rokok. Di meja kerja nya nampak komputernya yang masih ON, disampingnya berserakan abu dan puntung rokok. Rupanya asbak yang tersedia tidak mampu lagi menampung puntung dan abu rokok itu. Dan didekat asbak, ada 5 gelas bekas kopi dimana yang satu nya masih sisa setengah gelas.
Ketika aku masuk, si Boss nampak sedang menerawang, segumpal asap keluar dari mulutnya.
“Sukses ya, Boss, tulisan nya masuk Headline dan sekarang sudah jadi orang terkenal di Kompasiana.” Pujiku setinggi langit.
“Hehehehehe … “ Si Boss cuma nyengir kuda saja.
“lagi gak enak hati, Boss?, Sorry, deh kalau gue ganggu.” Aku pun bersiap bangkit untuk meninggalkannya.
“Hehehehehe … gue lagi bingung aja, Wans, Hehehehe ….” Si Boss nyengir lagi.
Aneh kenapa si Boss sekarang lebih sering nyengir ?. Dan ketika kuperhatikan lebih lama, kenapa si Boss muka nya nampak pucat banget ?.
“Sejak tulisan gue, “Tips Menghilangkan Bau Jengkol dan Pete” masuk Headline, gue jadi kurang tidur.” Aku diam saja menanti penjelasan si Boss lebih lanjut. “Terkadang sampai subuh, gue masih ON di Kompasiana, membaca dan membalas komen-komen yang masuk.”
“Lho, bukan nya itu yang dicari oleh setiap penulis, Boss ?, menjadi orang terkenal karena hasil karya tulisnya ?.” Sanggahku pada si Boss. “Dari pada gue, tulisan gue paling cuma di baca 10 sampai 20 orang saja rata-rata, pernah sih sekali sampai dibaca oleh 100 orang lebih, itu pun gue nulis nya sudah mati-matian dan yang gue tulis adalah sesuatu hal yang kontroversial.”
“Ah, kebetulan aja kali.” Jawab si Boss merendah. “Apa sih yang lho pake waktu lho nulis ?.” Tanya si Boss padaku.
“Hati ….” Jawabku ikut merendah juga.
“Nah, itu lah yang salah !.” Tembak si Boss padaku. “Sorry, sorry … bukannya salah tapi gak tepat aja, untuk menulis suatu tulisan yang disukai oleh orang lain ya harus pakai mata, telinga dan otak juga dong !.” Tiba-tiba saja si Boss sudah menguliahi aku tentang menulis.
“Supaya tulisan kita dibaca oleh orang banyak, lho mesti survei pasar dulu !, menurut gue ada 3 kategori penulisan yang diminati banyak orang.”
1. Lihat apa yang dibutuhkan oleh orang banyak, semakin banyak orang butuh, tulisan kita akan semakin di cari dan dikejar-kejar.
2. Kejadian apa yang sedang trend saat ini, lho mesti tangkap cepat tuh berita, jangan sampai keduluan orang lain. Kalau lho gak sempat ngarang tulisannya, lho copy paste aja dari tulisan yang sudah ada, kemudian lho edit sedikit yang penting gak sama persis. Untuk kategori 2 ini, karena sifatnya informasi, siapa yang cepat memberikan informasi baru, pasti tulisan itu yang banyak diburu orang karena masyarakat kita yang haus informasi apalagi info tentang gosip pejabat atau artis.
3. Hal-hal yang tabu untuk diberitakan dari mulai masalah Tuhan sampai masalah Seks, lho tulis aja, pasti laku !, orang kita kan senangnya “nyerempet–nyerempet” ke hal yang tabu kemudian di perdebatkan antara pro dan kontra, jadi tulisan lho rame deh, dibaca orang. Bukan karena mutu tulisannya tapi karena berani tampil beda saja.
“Dan tulisan gue tentang jengkol dan pete itu masuk kategori pertama.” Jela si Boss lagi.
“Kalau gue simpulkan kenapa tulisan lho, Boss… bisa masuk Headline dan dibaca oleh orang banyak di Kompasiana, itu arti nya para anggota Kompasiana nya banyak yang hobi makan jengkol dan pete dong, Boss.” Kataku sok pintar pada si Boss.
“Hehehehe … sudah mulai pintar, lho !.” Ejek si Boss padaku.
Sayup-sayup terdengar suara adzan subuh dari mesjid yang ada di kampung.
“Waduh, Boss …sudah pagi!, hari ini lho, Boss masuk shift pagi kan? terus kapan tidurnya ?.” Tanyaku bingung.
“Ah, gampang !, habis subuh gue tidur sejam dua jam, kemudian bangun … terus kerja, deh !.” Jelas si Boss yakin.
Kemudian aku pun kembali ke kamar, selesai sholat subuh, aku pun berangkat tidur. Siangnya setalah aku bangun tidur, aku mendapat kabar dari teman kerja ku yang lain kalau tadi siang, di lokasi pertambangan si Boss jatuh pingsan dan di bawa ke rumah sakit.
Aku tidak bisa menjenguk si Boss di rumah sakit karena pengawas di lapangan tinggal aku saja. Pekerjaan si Boss pun akhirnya aku yang tangani juga.
# …………… # ……. …….# ……………. #
Seminggu kemudian, si Boss pun mulai terlihat ditempat kerja lagi. Aku pun segera memburunya.
“Ngomong-ngomong diagnosa dokternya apa, Boss ?.” Tanyaku penasaran.
“Hehehehe … faktor kelelahan aja !.” Jawab si Boss santai. “Karena kurang tidur, Tensi gue naik, tiba-tiba saja gelap … dan gak tahu apa yang terjadi, sadar-sadar gue sudah di rumah sakit !.”
“Gara-gara Kompasiana, Boss ?.” Tanyaku menyelidik.
“Hehehehehe ….” Si Boss cuma nyengir aja sambil terus berjalan menuju ke mess karyawan. Akupun bergegas mengikuti disebelahnya.
“Jadi kapok, Boss dengan Kompasiana ?.” Tanyaku penasaran.
“Hehehehehe …..” Lagi-lagi si Boss pun cuma nyengir saja.
Sebelum penasaranku hilang. Si Boss malah balik bertanya kepadaku, “Ngomong-ngomong … tulisan yang lho posting kemarin kok judul nya sama dengan tulisan gue?.”
“Nama nya juga humor, Boss … hehehehe ….” Sekarang aku yang malah nyengir.
“Sengaja judulnya saya samain tapi dibelakangnya : dalam kurung saya tulis HUMOR, Boss … karena tulisan Boss sudah terkenal ya gue numpang terkenal juga, Boss … hehehehe …..” Jelasku malu.
“Ah, sudahlah gak usah ngoyo’ mau jadi orang terkenal.” Jelas si Boss singkat. “Oh, iya, mau makan siang dimana kita hari ini ?. Tanya si Boss padaku.
“Bagaimana kalau di warung Bu Barjah ?, ada sayur asem dan pete bakar, Boss… dicocol sambel cobek,  hmm mantaaaaffff !.” Jelasku semangat.
Rendang jengkol nya ada ?.” Tanya si Boss.
“Ada !.” Jawabku meyakinkan. “Bu Barjah tahu kalau si Boss mau datang hari ini, jadi rendang jengkol dan pete bakar nya gak bakal ketinggalan.”
“OK lah .. kalau begitu.” Sahut si Boss sambil mempercepat langkahnya.
“Tapi, Boss … ngomong-ngomong Boss yang traktir kan?.” Tanyaku polos.
“Hehehe …gantian dong, masa gue melulu sih yang traktir !, sekali-sekali lho dong !.” Jawab si Boss mantap.
Sambil nyengir dan garuk-garuk kepala, Hehehe …Ya … tekor deh gue !, bisikku dalam hati.

Gunung Jaha Lestari, Bogor, 27 Agustus 2010

Wans_Sabang


NB : Persahabatan aku dan si Boss di tempat kami kerja bagaikan Jengkol dan Pete, 2 kawan sejoli yang bikin “bau”.