Total Tayangan Halaman

Minggu, 22 Mei 2011

Si Kancil Mencuri Ketimun, Kok Pak Taninya Gak Marah?



Si kancil anak nakal, suka mencuri ketimun,
Ayo lekas di tangkap !, Jangan di beri ampun …

Kata-kata di atas adalah sebuah lirik lagu anak-anak yang telah akrab di telinga kita.
Dari jaman bapak saya masih anak kecil, sampai sekarang saya sudah menjadi bapak dan punya anak kecil, lagu tersebut tetap saja masih sering diperdengarkan.
Pada lagu tersebut ada nasehat dan pengajaran kepada kita yang telah ditanamkan sejak kita masih TK. Nilai-nilai moral yang terdapat pada lirik lagu tersebut sangat sederhana dan mudah di cerna. Anak TK pun  bisa cepat memahaminya.
Si Kancil, merupakan simbol binatang yang cerdik. Cerdik bukan dalam arti pandai dan pintar tetapi cerdik dalam arti licik dan curang. Karena kelicikan dan kecurangannya, dalam lirik lagu tersebut si Kancil di ‘konotasi’ kan sebagai anak nakal yang suka mencuri”.
Pesan moral pertama pada lagu tersebut adalah ; siapa pun yang mencuri disebut atau di kelompokkan sebagai anak nakal.
Pertanyaannya adalah : apakah pesan moral tersebut masih tetap sama dan tidak berubah dari jaman dahulu sampai sekarang ?. Atau, apakah nilai-nilai pesan moralnya telah terjadi degradasi, sehingga timbul pendapat ;
Siapa pun yang mencuri belum tentu disebut atau di kelompokkan sebagai anak nakal, bisa saja anak baik atau orang-orang yang terkesan baik dan terhormat pun ternyata suka atau hobinya mencuri.
Pesan moral kedua pada lagu tersebut adalah ; siapa pun yang mencuri, Ayo, lekas di tangkap !. Ditangkap sama artinya dengan di hukum atau secepatnya dilakukan proses hukum terhadap siapa pun yang mencuri tanpa rekayasa dan pandang bulu, menganut asas keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pesan moral ketiga pada lagu tersebut adalah ; pencuri yang sudah ditangkap, ya jangan diberi ampun. Jangan diberi ampun, sama artinya dengan pencuri yang telah ditangkap, harus diberikan sangsi hukum yang setimpal sehingga akan menimbulkan efek jera bagi orang lain yang berniat untuk mencuri. Tindakan ‘preventif’ atau pencegahan selalu akan lebih baik dari pada tindakan ‘kuratif’ atau “mengobati”.
Al-kisah dalam sebuah dongeng, Pak Tani yang sudah geram karena kebunnya selalu dicuri oleh si Kancil, Ia berusaha keras untuk menangkap si Kancil yang terkenal cerdik itu.
Dengan seluruh keseriusan dan kesungguhannya, serta berbagai cara akhirnya Pak Tani pun berhasil menjebak, menjerat lalu menangkap si Kancil sehingga akhirnya si Kancil tak berdaya.
Kalau saya analogikan : Indonesia sebagai sebuah kebun yang maha luas, Pemilik kebunnya adalah Rakyat Indonesia dan Pak Tani nya adalah orang-orang yang di amanat kan oleh seluruh rakyat Indonesia untuk menjaga, melindungi dan merawat kebun tersebut. dari gangguan si Kancil atau anak-anak nakal yang suka mencuri.
Kebun yang bernama Indonesia bukan hanya ditanami ketimun, tomat dan cabe saja. Di dalam kebun Indonesia juga terdapat banyak kekayaan alam lainnya, baik yang hayati maupun non hayati seperti ; hutan, kelapa sawit, karet, minyak bumi, emas, batu bara, dan lain-lainnya.
Indonesia sebagai sebuah kebun yang bukan hanya menggiurkan namun juga mampu menerbitkan air liur bagi si Kancil.
Dan ironisya, bukan hanya si Kancil yang terbit air liur nya melihat sumber kekayaan alam Indonesia tapi Pak Tani yang lemah imannya dari kalangan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif , dari tingkat kelurahan sampai struktur pemerintahan tertinggi, dari Sabang sampai Merauke, yang seharusnya menjaga, melindungi dan merawat kebun Indonesia, eh … malah ikut-ikutan jadi si Kancil.
Ironis memang, orang-orang yang terkesan baik dan terhormat ternyata adalah si Kancil yang suka mencuri di kebun Indonesia, lolos begitu saja dan tidak mudah di tangkap. Kalau pun sempat ditangkap, sulit sekali untuk dijerat oleh hukum. Pak Tani yang seharusnya serius dan sungguh-sungguh menangkap si Kancil ternyata sama saja ; setali tiga uang, sama aja bo’ong, musang berbulu domba, pagar makan tanaman, si melekete !, wes ewes ewes bablas kancil’ne, preketeeeew, preeeeeeeeettt !.
Sungguh, kita telah salah memberi amanat itu. Ah, apa gunanya penyesalan?.
Pantas saja, ketika si Kancil mencuri Ketimun, Kok Pak Tani nya gak marah ?.

Gunung Jaha Lestari, 23 Agustus 2010
Wans_Sabang


Si kancil anak nakal, suka mencuri ketimun,
Ayo lekas di tangkap !, Jangan di beri ampun …
Nyanyian lagu anak-anak tersebut semakin lama semakin sayup terdengar
dari speaker mainan “Odong-Odong” yang ditumpangi putriku terkecil.
Bapak Tukang Odong-Odong itu pun membuyarkan lamunanku,
“Pak … Pak … sudah habis, Pak, Ongkosnya, Pak !.
Aku pun memberikan uang seribu, lalu Bapak Tukang Odong-Odong itu pun pergi.
Sambil menggendong putriku terkecil, tanpa terasa air mata menetes menghangati pipi,
“Duh, Indonesia … apa yang bisa kuwariskan untukmu nanti, Nak ?,
selain cuma kemiskinan dan kebodohan saja ….”

Tidak ada komentar: